ARTIKEL 5
A. Latar
Belakang Humanistik Eksistensial
Istilah psikologi humanistik
(Humanistic Psychology) diperkenalkan oleh sekelompok ahli psikologi
yang pada awal tahun 1960-an bekerja sama di bawah kepemimpinan Abraham Maslow
dalam mencari alternatif dari dua teori
yang sangat berpengaruh atas pemikiran intelektual dalam psikologi. Kedua teori
yang dimaksud adalah psikoanalisis dan behaviorisme. Maslow menyebut psikologi
humanistik sebagai “kekuatan ketiga” (a third force).
Meskipun tokoh-tokoh psikologi humanistik memiliki pandangan
yang berbeda-beda, tetapi mereka berpijak pada konsepsi fundamental yang sama
mengenai manusia, yang berakar pada salah
satu aliran filsafat modern, yaitu eksistensialisme. Eksistensialisme
adalah hal yang mengada-dalam dunia (being-in-the-world), dan menyadari
penuh akan keberadaannya (Koeswara, 1986 : 113). Eksistensialisme
menolak paham yang menempatkan manusia semata-mata sebagai hasil bawaan ataupun
lingkungan. Sebaliknya, para filsuf eksistensialis percaya bahwa setiap
individu memiliki kebebasan untuk memilih tindakan, menentukan sendiri nasib
atau wujud dari keberadaannya, serta bertanggung jawab atas pilihan dan
keberadaannya, dalam hal ini “pilihan” menjadi evaluasi tertinggi dari tindakan yang akan
diambil oleh seseorang.
B. Konsep
Dasar Tentang Manusia
Pendekatan humanistik – eksistensial berfokus pada
diri manusia. Pendekatan ini mengutamakan suatu sikap yang menekankan pemahaman
atas manusia. Pendekatan humanistik eksistensial berusaha mengembalikan pribadi
kepada fokus sentral, yakni memberikan gambaran tentang manusia pada tarafnya
yang tertinggi. Pendekatan ini Berfokus pada sifat dari kondisi manusia yang
mencangkup kesanggupan untuk menyadari diri, bebas memilih untuk menentukan
nasib sendiri, kebebasan dan tanggung jawab, kecemasan sebagai suatu unsur
dasar, pencarian makna yang unik di dalam
dunia yang tak bermakna, berada sendiri dan berada dalam hubungan dengan orang
lain keterhinggaan dan kematian, dan kecenderungan mengaktualkan diri.
Pendekatan Humanistik eksistensial, di lain pihak, menekankan renungan-renungan
filosofi tentang apa artinya
menjadi manusia yang utuh. Terapi eksistensial, terutama berpijak pada premis
bahwa manusia tidak bisa melarikan diri dari kebebasan dan bahwa kebebasan dan
tanggung jawab itu saling berkaitan. Dalam penerapan-penerapan terapeutiknya,
pendekatan eksistensial humanistik memusatkan perhatian pada asumsi-asumsi
filosofis yang melandasi terapi. Pendekatan eksistensial humanistik menyajikan
suatu landasan filosofis bagi orang-orang dalam hubungan dengan sesamanya yang
menjadi ciri khas, kebutuhan yang unik dan menjadi tujuan konselingnya, dan
yang melalui implikasi-implikasi bagi usaha membantu individu dalam menghadapi
pertanyaan-pertanyaan dasar yang menyangkut keberadaan manusia. Pendekatan ini
memberikan kontribusi yang besar dalam bidang psikologi, yakni tentang penekanannya
terhadap kualitas manusia terhadap manusia yang lain dalam proses teurapeutik.
Terapi eksistensial-humanistik menekankan kondisi-kondisi inti manusia dan
menekankan kesadaran diri sebelum bertindak. Kesadaran diri berkembang sejak
bayi. Perkembangan kepribadian yang normal berlandaskan keunikan masing-masing
individu. Determinasi diri dan kecenderungan kearah pertumbuhan adalah
gagasan-gagasan sentral. Psikopatologi adalah akibat dari kegagalan dalam
mengaktualkan potensi. Pembedaan-pembedaan dibuat antara “rasa bersalah
ekstensial” dan “rasa bersalah neurotik” serta antara “kecemasan ekstensial”
dan “kecemasan neurotik”. Berfokus pada saat sekarang dan akan menjadi apa
seseorang itu, yang berarti memiliki orientasi ke masa depan. Maka dari itu,
akan lebih meningkatkan kebebasan konseling dalam mengambil keputusan serta
bertanggung jawab dalam setiap tindakan yang di ambilnya.
Sebagai
salah contoh dalam perilaku sehari-hari: “narkoba dan free sex.” Dalam
masyarakat, jelas narkoba dan free sex itu adalah pelanggaran. Baik pilihan
atau tindakan seseorang yang terlibat dalam narkoba dan free sex, itu jelas
melanggar norma, moral dan hukum. Tidak ada masyarakat yang melegalkan semua
tindakan ini. Namun bagi penganut eksistensialist, bukan “narkoba dan free sex”
yang menjadi problemnya, tetapi pilihan seseorang. Pilihan ini akan mendorong
lahirnya tindakan seseorang. Jika seseorang menilai “narkoba dan free sex” itu
adalah positif (maksudnya: mendatangkan keuntungan bagi dirinya sendiri,
membuat manusia melupakan segala problem hidupnya, membuat lapangan pekerjaan,
karena banyaknya pengangguran, dsb), maka “narkoba dan free sex” akan
dilakukan. Akan tetapi sebaliknya jika hal ini dianggap negatif, maka itu tidak
akan dilakukan. Yang jelas, pilihannya menjadi faktor penentu lahirnya tindakan
seseorang.
C. Teori
Humanistik Eksistensial
- Teori
Abraham Maslow
Oleh karena eksistensialisme
menekankan pada anggapan bahwa manusia memiliki kebebasan dan bertanggung jawab
bagi tindakan-tindakannya, maka pandangan-pandangan eksistensialisme menarik bagi para ahli psikologi humanistik dan
selanjutnya dijadikan landasan teori psikologi humanistik. Adapun pokok-pokok
teori psikologi humanistik yang dikembangkan oleh Maslow adalah sebagai berikut
(Koeswara, 19991 :.112-118 dan Alwisol 2005 : 252-270)
1). Prinsip
holistik
Menurut Maslow, holisme menegaskan bahwa organisme
selalu bertingkah laku sebagai kesatuan yang utuh, bukan sebagai rangkaian
bagian atau komponen yang berbeda. Jiwa dan tubuh bukan dua unsur yang terpisah
tetapi bagian dari suatu kesatuan, dan apa yang terjadi pada bagian yang satu
akan mempengaruhi bagian yang lain. Pandangan holistik dalam kepribadian, yang
terpenting adalah :
(a). Kepribadian normal ditandai dengan unitas,
integrasi, konsistensi, dan koherensi. Organisasi
adalah keadaan normal dan disorganisasai adalah keadaan patologis (sakit).
(b). Organisme dapat dianalisis dengan membedakan tiap
bagiannya, tetapi tidak ada bagian yang dapat dipelajari dalam isolasi.
(c). Organisme memiliki suatu dorongan yang berkuasa,
yaitu aktualisasi diri.
(d). Pengaruh lingkungan eksternal pada perkembangan
normal bersifat minimal. Potensi organisme jika bisa terkuak di lingkungan yang
tepat akan menghasilkan kepribadian yang sehat dan integral.
(e). Penelitian yang komprehensif terhadap satu orang
lebih berguna dari pada penelitian ekstensif terhadap banyak orang mengenai
fungsi psikologis yang diisolasi.
2). Individu adalah penentu bagi tingkah laku dan
pengalamannya sendiri. Manusia adalah agen yang sada, bebas memilih atau
menentukan setiap tindakannya. Dengan kata lain manusia adalah makhluk yang
bebas dan bertanggung jawab.
3). Manusia tidak pernah diam, tetapi selalu dalam
proses untuk menjadi sesuatu yang lain dari sebelumnya (becoming). Namun
demikian perubahan tersebut membutuhkan persyaratan, yaitu adanya lingkungan
yang bersifat mendukung.
4. Individu sebagai keseluruhan yang integral, khas,
dan terorganisasi.
5. Manusia pada dasarnya memiliki pembawaan yang baik
atau tepatnya netral. Kekuatan jahat atau merusak pada diri manusia merupakan
hasil atau pengaruh dari lingkungan yang buruk, dan bukan merupakan bawaan.
6. Manusia memiliki potensi kreatif yang mengarahkan
manusia kepada pengekspresian dirinya menjadi orang yang memiliki kemampuan
atau keistimewaan dalam bidang tertentu.
7. Self-fulfillment merupakan tema utama dalam
hidup manusia.
8. Manusia memiliki bermacam-macam kebutuhan yang
secara hirarki dibedakan menjadi sebagai berikut (Boeree, 2004)
(a) kebutuhan-kebutuhan
fisiologis (the physiological needs)
(b) kebutuhan akan rasa aman (the safety and
security needs)
(c) kebutuhan akan cinta dan memiliki (the love and
belonging needs)
(d) kebutuhan akan harga diri (the esteem needs)
(e) kebutuhan akan aktualisasi diri (the
self-actualization needs)
- Teori Carl Rogers
Rogers (1902-1987) menjadi terkenal berkat metoda
terapi yang dikembangkannya, yaitu terapi yang berpusat pada klien
(client-centered therapy). Tekniknya tersebar luas di kalangan pendidikan,
bimbingan, dan pekerja sosial. Rogers sangat kuat memegang asumsinya bahwa
manusia itu bebas, rasional, utuh, mudah berubah, subjektif, proaktif,
heterostatis, dan sukar dipahami (Alwisol, 2005 : 333).
1). Pokok-pokok Teori Carl Rogers
a. Struktur kepribadian
Rogers lebih mementingkan
dinamika dari pada struktur kepribadian. Namun demikian ada tiga komponen yang
dibahas bila bicara tentang struktur kepribadian menurut Rogers, yaitu :
organisme, medan fenomena, dan self.
1) Organime,
mencakup :
a) Makhluk hidup
Organisme
adalah makhluk lengkap dengan fungsi fisik dan psikologisnya, tempat semua
pengalaman dan segala sesuatu yang secara potensial terdapat dalam kesadar
setiap saat.
b) Realitas subjektif
Organisme
menanggapi dunia seperti yang diamati atau dialaminya. Realita adalah medan
persepsi yang sifatnya subjektif, bukan benar-salah.
c) Holisme
Organisme
adalah kesatuan sistem, sehingga perubahan pada satu bagian akan mempengaruhi
bagian lain. Setiap perubahan memiliki makna pribadi atau bertujuan, yakni
tujuan mengaktualisasi, mempertahankan, dan mengembangkan diri.
2) Medan fenomena
Rogers mengartikan medan fenomena sebagai keseluruhan
pengalaman, baik yang internal maupun eksternal, baik yang disadari maupun yang
tidak disadari. Medan fenomena merupakan seluruh pengalaman pribadi seseorang
sepanjang hidupnya.
3) Self
Self merupakan konsep pokok dari teori kepribadian
Rogers, yang intinya adalah :
a) terbentuk melalui medan fenomena dan melalui
introjeksi nilai-nilai orang tertentu;.
b) bersifat integral dan konsisten;
c) menganggap pengalaman yang tak sesuai dengan
struktur self sebagai ancaman;
d) dapat berubah karena
kematangan dan belajar.
b. Dinamika kepribadian
Menurut Rogers, organisme mengaktualisasikan dirinya
menurut garis-garis yang diletakkan oleh hereditas. Ketika organisme itu matang maka ia makin berdiferensiasi, makin luas,
makin otonom, dan makin tersosialisasikan. Rogers menyatakan bahwa pada
dasarnya tingkah laku adalah usaha organisme yang berarah tujuan untuk
memuaskan kebutuhan-kebutuhannya sebagaimana dialami, dalam medan sebagaimana
medan itu dipersepsikan (Hall dan Lindzey, 1995 :136-137).
Rogers menegaskan bahwa secara alami kecenderungan aktualisasi
akan menunjukkan diri melalui rentangan luas tingkah laku, yaitu :
1) Tingkah laku yang berakar pada proses fisiologis,
termasuk kebutuhan dasar (makana, minuman, dan udara), kebutuhan mengembangkan
dan memerinci fungsi tubuh serta generasi.
2) Tingkah laku yang berkaitan dengan motivasi
psikologis untuk menjadi diri sendiri.
3) Tingkah laku yang tidak meredakan ketegangan tetapi
justru meningkatkan tegangan, yaitu tingkah laku yang motivasinya untuk
berkembang dan menjadi lebih baik.
c. Perkembangan kepribadian
Rogers tidak membahas teori pertumbuhan dan
perkembangan, namun dia yakin adanya kekuatan tumbuh pada semua orang yang
secara alami mendorong proses organisme menjadi semakin kompleks, otonom,
sosial, sdan secara keseluruhan semakin aktualisasi diri. Rogers menyatakan
bahwa self berkembang secar utuh-keseluruhan, menyentuh semua bagian-bagian.
Berkembangnya self diikuti oleh kebutuhan penerimaan positif, dan penyaringan
tingkah laku yang disadari agar tetap sesuai dengan struktur self sehingga
dirinya berkembang menjadi pribadi yang berfungsi utuh.
Pribadi yang berfungsi utuh menurut Rogers adalah
individu yang memakai kapasitas dan bakatnya, merealisasi potensinya, dan
bergerak menuju pemahaman yang lengkap mengenai dirinya sendiri dan seluruh
rentang pengalamannya. Rogers menggambarkan 5 ciri kepribadian yang berfungsi
sepenuhnya sebagai berikut :
1) terbuka untuk mengalami (openess to experience);
2) hidup menjadi (existential living);
3) keyakinan organismik (organismic trusting);
4) pengalaman kebebasan (experiental freedom);
5) kreativitas (creativity)
D.
Dalil-Dalil yang Mendasari Praktek Konseling Humanistik Eksistensial
Dalil-dalil
ini, yang dikembangkan dari karya-karya para penulis psikologi eksistensial,
berasal dari Frankl (1959,1963), May (1953, 1958, 1961),Maslow (1968), Jourard
(1971), dan Bugental (1965), mereka merepresentasikan sejumlah tema yang
penting yang merinci praktek-praktek konseling yaitu :
- Dalil 1 : Kesadaran diri
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari diri yangmenjadikan dirinya
mampu melampaui situasi sekarang dan membentuk basis bagi aktivitas-aktivitas
berpikir dan memilih yang khas manusia. Kesadaran diri itu membedakan manusia
dari makhluk-makhluk lain. Manusia bisa tampil di luar diri dan berefleksi atas
keberadaannya. Pada hakikatnya, semakin tinggi kesadaran diri seseorang, maka
ia semakin hidup sebagai pribadi atau sebagaimana dinyatakan oleh Kierkegaard,
"Semakin tinggi kesadaran, maka semakin utuh diri seseorang."
Tanggung jawab berlandaskan kesanggupan untuk sadar. Dengan kesadaran,
seseorang bisa menjadi sadar atas tanggung jawabnya untuk memilih. Sebagaimana
dinyatakan oleh May (1953), "Manusia adalah makhluk yang bisa menyadari
dan, oleh karenanya, bertanggung jawab atas keberadaannya”.
Kesadaran bisa dikonseptualkan dengan cara sebagai berikut: Umpamakan Anda
berjalan di lorong yang di kedua sisinya terdapat banyak pintu, Bayangkan bahwa
Anda bisa membuka beberapa pintu, baik membuka sedikit ataupun membuka
lebar-lebar. Barangkali, jika Anda membuka satu pintu, Anda tidak akan menyukai
apa yang Anda temukandi dalamnya menakutkan atau menjijikkan. Di lain pihak,
Anda bisa menemukan sebuah ruangan yang dipenuhi oleh keindahan. Anda mungkin
berdebat dengan diri sendiri, apakah akan membiarkan pintu itu tertutup atau
terbuka. Apabila seorang konselor
dihadapkan pada konseli yang kesadaran dirinya kurang maka konselor harus
menunjukkan kepada konseli bahwa harus ada pengorbanan untuk meningkatkan
kesadaran diri. Dengan menjadi lebih sadar, konseli akan lebih sulit untuk “
kembali ke rumah lagi“, menjadi orang yang seperti dulu lagi.
Dalam pengertian yang sesungguhnya, peningkatan kesadaran diri yang
mencakup kesadaran atas alternatif-alternatif, motivasi-motivasi, faktor-faktor
yang membentuk pribadi dan atas tujuan-tujuan pribadi adalah tujuan segenap
konseling.
- Dalil 2 : Kebebasan dan tanggung jawab
Manusia adalah makhluk yang menentukan diri, dalam arti bahwadia memiliki
kebebasan untuk memilih di antara altematif-altematif. Karena manusia pada dasamya
bebas, maka dia harus bertanggung jawabatas pengarahan hidup dan penentuan
nasibnya sendiri. Pendekatan eksistensial meletakkan kebebasan, determinasi
diri, keinginan, dan putusan pada pusat keberadaan manusia. Jika kesadaran dan
kebebasan dihapus dari manusia, maka dia tidak lagi hadir sebagai manusia,
sebab kesanggupan-kesanggupan itulah yang memberinya kemanusiaan. Pandangan
eksistensial adalah bahwa individu, dengan putusan-putusannya, membentuk nasib
dan mengukir keberadaannya sendiri. Seseorang menjadi apa yang diputuskannya,
dan dia harus bertanggung jawab atas jalan hidup yang ditempuhnya. Tillich
mengingatkan, "Manusia benar-benar menjadi manusia hanya saat mengambil
putusan. Sartre mengatakan, "Kita adalah pilihan kita." Nietzsche
menjabarkan kebebasan sebagai "kesanggupan untuk menjadi apa yang memang
kita alami". Ungkapan Kierkegaard, "memilih diri sendiri",
menyiratkan bahwa seseorang bertanggung jawab atas kehidupan dan keberadaannya.
Sedangkan Jaspers menyebutkan bahwa "kita adalah makhluk yang
memutuskan".
Tugas konselor adalah mendorong konseli untuk belajar menanggung risiko
terhadap akibat penggunaan kebebasannya. Yang jangan dilakukan adalah
melumpuhkan konseli dan membuatnya bergantung secara neurotik pada konselor.
Konselor perlu mengajari konseli bahwa dia bisa mulai membuat pilihan meskipun
konseli boleh jadi telah menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk melarikan
diri dari kebebasan memilih.
- Dalil 3 : Keterpusatan dan kebutuhan akan orang
lain
Setiap individu memiliki kebutuhan untuk memelihara keunikan tetapi pada
saat yang sama ia memiliki kebutuhan untuk keluar dari dirinya sendiri dan
untuk berhubungan dengan orang lain serta dengan alam. Kegagalan dalam
berhubungan dengan orang lain dan dengan alam menyebabkan ia kesepian dan
mengalami keterasingan. Kita masing-masing memiliki kebutuhan yang kuat untuk
menemukan suatu diri, yakni menemukan identitas pribadi kita. Akantetapi,
penemuan siapa kita sesungguhnya bukanlah suatu proses yang otomatis; ia
membutuhkan keberanian. Secara paradoksal kita juga memiliki kebutuhan yang
kuat untuk keluar dari keberadaan kita. Kita membutuhkan hubungan dengan
keberadaan-keberadaan yang lain. Kita harus memberikan diri kita kepada orang
lain dan terlibat dengan mereka.Usaha menemukan inti dan belajar bagaimana
hidup dari dalam memerlukan keberanian. Kita berjuang untuk menemukan, untuk
menciptakan, dan untuk memelihara inti dari ada kita.
Salah satu ketakutan terbesar dari para konseli adalah bahwa mereka akan
tidak menemukan diri mereka. Mereka hanya menganggap bahwa mereka
bukansiapa-siapa. Para konselor eksistensial bisa memulai dengan meminta
kepadapara konselinya untuk mengakui perasaannya sendiri. Sekali konseli
menunjukan keberanian untuk mengakui ketakutannya, mengungkapkan ketakutan
dengan kata-kata dan membaginya, maka ketakutan itu tidak akan begitu
menyelubunginya lagi. Untuk mulai bekerja bagi konselor adalah mengajak konseli
untuk menerima cara-cara dia hidup di luar dirinya sendiri dan mengeksplorasi
cara-cara untuk keluar dari pusatnya sendiri. Kebutuhan akan diri berkaitan
dengan kebutuhan menjalanihubungan yang bermakna dengan orang lain. Jika kita
hidup dalam isolasi dan tidak memiliki hubungan yang nyata dengan orang lain
maka kita mengalami perasaan terabaikan, terasingkan, dan terkucilkan.
- Dalil 4 : Pencarian makna
Salah satu karakteristik yang khas pada manusia adalah perjuangannya untuk
merasakan arti dan maksud hidup. Manusia pada dasarnya selalu dalam pencarian
makna dan identitas pribadi. Biasanya konflik-konflik yang mendasari sehingga
membawa orang-orang ke dalam konseling adalah dilema-dilema yang berkisar pada
pertanyaan-pertanyaan eksistensial: Mengapa saya berada? Apa yang saya inginkan
dari hidup? Apa maksud dan makna hidup saya? Konseling eksistensial bisa
menyediakan kerangka konseptual untuk membantu konseli dalam usahanya mencari
makna hidup.Pertanyaan-pertanyaan yang bisa diajukan oleh konselor kepada konseli
adalah: 'Apakah Anda menyukai arah hidup Anda? Apakah Anda puas atasapa Anda
sekarang dan akan menjadi apa Anda nanti? Apakah Anda aktif melakukan sesuatu
yang akan mendekatkan Anda pada ideal-diri Anda? Apakah Anda mengetahui apa
yang Anda inginkan? Jika Anda bingung mengenai siapa Anda dan apa yang Anda
inginkan, apa yang Anda lakukan untuk memperoleh kejelasan? Salah satu masalah
dalam konseling adalah penyisihan nilai-nilai tradisional (dan nilai-nilai yang
dialihkan kepada seseorang) tanpa disertai penemuan nilai-nilai lain yang
sesuai untuk menggantikannya.
Tugas konselor dalam proses konseling adalah membantu konseli dalam
menciptakan suatu sistem nilai berlandaskan cara hidup yang konsisten dengan
cara ada-nya konseli. Konselor harus
menaruh kepercayaan terhadap kesanggupan konseli dalam menemukan sistem nilai
yang bersumber pada dirinya sendiri dan yang memungkinkan hidupnya bermakna.
Konseli tidak diragukan lagi akan bingung dan mengalami kecemasan sebagai
akibat tidak adanya nilai-nilai yang jelas. Kepercayaan konselor terhadap
konseli adalah variabel yang penting dalam mengajari konseli agar mempercayai
kesanggupannya sendiri dalam menemukan sumber nilai-nilai baru dari dalam
dirinya.
- Dalil 5: Kecemasan sebagai syarat hidup
Kecemasan adalah suatu karakteristik dasar manusia. Kecemasan tidak perlu
merupakan sesuatu yang patologis, sebab ia bisa menjadi suatutenaga motivasi
yang kuat untuk pertumbuhan. Kecemasan adalah akibatdari kesadaran atas
tanggung jawab untuk memilih. Kebanyakan orang mencari bantuan profesional
karena mereka mengalami kecemasan atau depresi. Banyak konseli yang memasuki
kantor konselor disertai harapan bahwa konselor akan mencabut penderitaan
mereka atau setidaknya akan memberikan formula tertentu untuk mengurangi
kecemasan mereka. Konselor yang berorientasi eksistensial, bagaimanapun,
bekerja tidak semata-mata untuk menghilangkan gejala-gejala atau mengurangi
kecemasan. Sebenarnya, konselor eksistensial tidak memandang kecemasan sebagai
hal yang tak diharapkan. Ia akan bekerja dengan cara tertentu sehingga untuk
sementara konseli bisa mengalami peningkatan taraf kecemasan.
Pertanyaan-pertanyaan yang bisa diajukan adalah: Bagaimana konseli mengatasi
kecemasan? Apakah kecemasan merupakan fungsi dari pertumbuhan ataukah fungsi kebergantungan
pada tingkah laku neurotik? Apakah konseli menunjukkan keberanian untuk
membiarkan dirinya menghadapi kecemasan atas hal-hal yang tidak dikenalnya?
Kecemasan adalah bahan bagi konseling yang produktif, baik konseling individual
maupun konseling kelompok. Jika konseli tidak mengalami kecemasan, maka
motivasinya untuk berubah akan rendah.Kecemasan dapat ditransformasikan ke
dalam energi yang dibutuhkan untuk bertahan menghadapi risiko bereksperimen
dengan tingkah laku baru. Implikasi-implikasi konseling bagi kecemasan.
Kebanyakan orang mencari bantuan profesional karena mereka mengalami kecemasan
atau depresi banyak klien yang memasuki kantor konselor disertai harapan bahwa
konselor akan mencabut penderitaan mereka atau setidaknya akan memberikan formula
tertentu untuk mengurangi kecemasan mereka. Konselor yang berorientasi
eksistensial tidak semata-mata untuk menghilangi gejala-gejala atau kecemasan.
Konselor eksistensial tidak memandang kecemasan sebagai hal yang tidak
diharapkan. Kecemasan adalah bahan bagi konseling yang produktif baik konseling
individual maupun konseling kelompok. Kecemasan dapat ditransformasikan kedalam
energi yang dibutuhkan untuk bertahan menghadapi resiko bereksperimen dengan
tingkah laku baru.
- Dalil 6: Kesadaran atas kematian dan non-ada
Kesadaran atas kematian adalah kondisi manusia yang mendasar yang
memberikan makna kepada hidup. Frankl (1965) sejalan dengan May menyebutkan
bahwa kematian memberikan makna kepada keberadaan manusia. Jika kita tidak akan
pernah mati, maka kita bisa menunda tindakan untuk selamanya. Akan tetapi,
karena kita terbatas, apa yang kita lakukan sekarang memiliki arti khusus. Bagi
Frankl, yang menentukan kebermaknaan hidup seseorang bukan lamanya, melainkan
bagaimana orang itu hidup.
- Dalil 7 : Perjuangan untuk aktualisasi diri
Manusia berjuang untuk aktualisasi diri, yakni kecenderungan untuk menjadi
apa saja yang mereka mampu. Setiap orang memiliki dorongan bawaan untuk menjadi
seorang pribadi, yakni mereka memiliki kecenderungran kearah pengembangan
keunikan dan ketunggalan, penemuan identitas pribadi, dan perjuangan demi
aktualisasi potensi-potensinya secara penuh. Jika seseorang mampu mengaktualkan
potensi-potensinya sebagai pribadi, maka dia akan mengalami kepuasan yang
paling dalam yang bisa dicapai oleh manusia, sebab demikianlah alam
mengharapkan mereka berbuat. Alam seolah-olah berkata kepada kita, "Kamu
harus menjadi apa saja yang kamu bisa." Menjadi sesuatu memerlukan
keberanian. Dan apakah kita ingin menjadi sesuatu atau tidak menjadi sesuatu
adalah pilihan kita. Maslow merancang suatu studi yang menggunakan
subjek-subjek yang terdiri dari orang-orang yang mengaktualkan diri. Beberapa
ciri yang ditemukan oleh Maslow (1968,1970) pada orang-orang yang mengaktualkan
diri itu adalah: kesanggupan menoleransi dan bahkan menyambut ketidaktentuan
dalam hidup mereka, penerimaan terhadap diri sendiri dan orang lain,
kespontanan dan kreatifitas, kebutuhan akan privacy dan kesendirian, otomoni,
kesanggupan menjalin hubungan interpersonal yang mendalam dan intens, perhatian
yang tulus terhadap orang lain, rasa humor, keterarahan kepada diri sendiri
(kebalikan dari kecenderungan untuk hidup berdasarkan pengharapan orang lain),
dan tidak adanya dikotomi-dikotomi yangartifisial (seperti kerja-bermain, cinta-benci,
lemah-kuat).
Dalil Maslow tentang aktualisasi diri memiliki implikasi-implikasiyang
jelas bagi praktek psikologi konseling sebab tendensi kearah pertumbuhan dan
aktualisasi merangkum kekuatan utama yang menggerakkan proses terapeutik.
Menurut kodratnya manusia memiliki dorongan yang sangat kuat kearah aktualisasi
diri dan ingin mencapai lebih dari sekedar keberadaan yang aman tetapi Statis
Carl Rogers (1961),seorang tokoh utama dalam menciptakan psikologi humanistik,
membangun teori dan praktek di atas konsep tentang : “Pribadi Yang Berfungsi
Penuh”, yang sangat mirip dengan “ Orang yang Mengaktualkan Diri” yang
dikemukakan oleh Maslow.
E. Konsep
Utama Pendekatan Humanistik Eksistensial
- Kesadaran diri
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri,suatu
kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan
memutuskan. Kesadaran diri membedakan manusia dengan mahluk-mahluk lain. Pada
hakikatnya semakin tinggi kesadaran seseorang, semakin ia hidup sebagai pribadi.
Meningkatkan kesadaran berarti meningkatkan kesanggupan seseorang untuk
mengalami hidup secara penuh sebagai manusia.Peningkatan kesadaran diri yang
mencakup kesadaran atas alternatif-alternatif, motivasi-motivasi, faktor-faktor
yang membentuk pribadi, dan atas tujuan-tujuan pribadi, adalah tujuan segenap
konseling. Kesadaran diri banyak terdapat pada akar kesanggupan manusia, maka
putusan untuk meningkatkan kesadaran diri adalah fundamental bagi pertumbuhan
manusia.
- Kebebasan tanggung jawab, kecemasan
Kesadaran atas kebebasan dan tangung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang
menjadi atribut dasar bagi manusia. Kecemasan adalah suatu karakteristik dasar
manusia yang mana merupakan sesuatu yang patologis, sebab ia bisa menjadi suatu
tenaga motivasional yang kuat untuk pertumbuhan kepribadian.
- Penciptaan makna
Manusia itu unik, dalam arti bahwa dia berusaha untuk menemukan tujuan
hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan.
Manusia pada dasarnya selalu dalam pencarian makna dan identitas diri. Manusia
memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara yang
bermakna, sebab manusia adalah mahluk yang rasional.
F.
Tujuan-tujuan Terapeutik
- Agar klien mengalami keberadaannya secara otentik
dengan menjadi dasar atas
keberadaan dan potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan
bertindak berdasarkan kemampuannya.
- Meluaskan kesadaran diri klien, dan karenanya
meningkatkan kesanggupan pilihan
nya, yakni menjadi bebas dan bertanggung jawab atas arah hidupnya.
- Membantu klien agar mampu menghadapi kecemasan
sehubungan dengan tindakan
memilih diri, dan menerima kenyataan bahwa dirinya lebih dari sekedar
korban
kekuatan-kekuatan deterministik diluar dirinya.
G. Fungsi
dan Peran Terapis
Menurut Buhler dan Allen, para ahli psikologi humanistik memiliki orientasi
bersama yang mencakup hal-hal berikut :
- Mengakui pentingnya pendekatan dari pribadi ke
pribadi
- Menyadari peran dari tanggung jawab terapis
- Mengakui sifat timbal balik dari hubungan
terapeutik
- Berorientasi pada pertumbuhan
- Menekankan keharusan terapis terlibat dengan
klien sebagai suatu pribadi
- Mengakui bahwa putusan dan pilihan akhir terletak
ditangan klien.
- Memandang terapis sebagai model, dalam arti bahwa
terapis dengan gaya
Hidup dan pandangan humanistiknyatentang manusia secara implisit
menunjukkan kepada klien potensi bagi tindakan kreatif dan positif
- Mengakui kebebasan klien untuk mengungkapkan
pandangan dan untuk
Mengembangkan tujuan-tujuan dan nilainya sendiri.
- Bekerja ke arah mengurangi ketergantungan klien
serta meningkatkan
Kebebasan klien.
H. Teknik
Terapi
Teori humanistik eksistensial tidak memiliki
teknik-teknik yang ditentukan secara ketat. Prosedur-prosedur konseling bisa
dipungut dari beberapa teori konseling lainnya separti teori Gestalt dan
Analisis Transaksional. Tugas konselor disini adalah menyadarkan konseli bahwa
ia masih ada di dunia ini dan hidupnya dapat bermakna apabila ia memaknainya.