Kesehatan
Mental
Kasus
Pasangan
Kekasih Pembunuh Ade Sara adalah Psikopat
Tersangka pembunuhan berencana atas Ade
Sara Angelina Suroto yakni Ahmad Imam Al Hafitd dan Assyifa Ramadhani
diduga memiliki jiwa psikopat. Dugaan ini muncul terkait dengan beberapa
keanehan dari kedua pelaku yang seolah-olah tak menyesali perbuatannya, bahkan
saat diperiksa oleh penyidik di Polresta Bekasi Hafitd dan Syifa, masih bisa
tertawa lepas.
Selain itu dugaan kedua pelaku adalah psikopat ditunjukkan dengan pembunuhan yang sudah direncanakan seminggu sebelum mayat Ade Sara ditemukan di Tol Bintara, Bekasi. Keanehan lainnya adalah ketenangan yang diperlihatkan kedua pelaku dengan cara mengucapkan belasungkawa melalui sosial media, melayat jenazah, dan menyimpan kertas yang berisi kalimat tak pantas di peti jenazah Ade Sara.
Psikolog Pendidikan Diennaryati Tjokrosuprihatono, melihat kasus ini adalah contoh dari gagalnya pendidikan yang diberikan oleh orang tua dan sekolah kepada kedua pelaku khususnya untuk pelaku pria yang menurut Dien adalah ‘otak’ dari pembunuhan berencana ini.
“Saya melihat Hafitd ini cenderung memiliki kepribadian psikopatik dan agak sadistik, untuk Syifa sendiri saya melihatnya ia terlalu dipengaruhi oleh Hafitd dan rasa insecure yang tak mau kehilangan cintanya Hafitd yang memaksa ia mengikuti pembunuhan tersebut,” ucap Caleg DPR RI Partai NasDem dari Dapil DKI Jakarta II.
“Mereka ini kurang mendapatkan pengetahuan moral, kasih sayang dan mungkin mereka sehari-harinya mengalami atau melihat kekerasan rumah tangga . Yang saya harapkan ketika kedua pelaku ini keluar dari penjara nanti, keluarga harus merencanakan bagaimana mengajarkan si anak kasih sayang dan hati nurani, bukan hanya tertahan di teori saja, namun harus diaplikasikan dengan perilaku,” tambah anggota dari Himpunan Psikologi Indonesia ini.
Sementara, Adrianus Meliala, Kriminolog asal Universitas Indonesia, menilai kasus ini terlalu dibesar-besarkan. “Peristiwa ini bukan yang pertama kali terjadi. Saya hanya bisa mengimbau dengan kasus ini masyarakat dapat mengambil pelajaran agar kasus ini tak terulang kembali. Wajar saja ada kasus seperti ini. Ini bukan yang pertama kali, hanya mungkin yang terekspos media yang sekarang ini,” ucap Adrianus.
Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) ini juga mengatakan sikap tenang Hafitd dan Syifa, bukan hal yang aneh. Menurutnya, hal itu terjadi karena pembunuhan ini terencana. Artinya, mereka sejak awal telah sadar apa resiko perbuatannya. Adrianus juga menambahkan, mereka seolah-olah tidak takut tindakan ini bisa mengubah hidup mereka.
"Mungkin mereka malah berpikir bisa bersama bertahun-tahun di dalam penjara," ucap Adrianus.
Namun, ketika ditanya apakah kedua pelaku ini tergolong psikopat atau bukan, Adrianus mengatakan kedua pelaku masih belum bisa dikategorikan sebagai psikopat atau terganggu psikisnya. "Masih jauh kalau ke arah sana," tambah Adrianus.
Selain itu dugaan kedua pelaku adalah psikopat ditunjukkan dengan pembunuhan yang sudah direncanakan seminggu sebelum mayat Ade Sara ditemukan di Tol Bintara, Bekasi. Keanehan lainnya adalah ketenangan yang diperlihatkan kedua pelaku dengan cara mengucapkan belasungkawa melalui sosial media, melayat jenazah, dan menyimpan kertas yang berisi kalimat tak pantas di peti jenazah Ade Sara.
Psikolog Pendidikan Diennaryati Tjokrosuprihatono, melihat kasus ini adalah contoh dari gagalnya pendidikan yang diberikan oleh orang tua dan sekolah kepada kedua pelaku khususnya untuk pelaku pria yang menurut Dien adalah ‘otak’ dari pembunuhan berencana ini.
“Saya melihat Hafitd ini cenderung memiliki kepribadian psikopatik dan agak sadistik, untuk Syifa sendiri saya melihatnya ia terlalu dipengaruhi oleh Hafitd dan rasa insecure yang tak mau kehilangan cintanya Hafitd yang memaksa ia mengikuti pembunuhan tersebut,” ucap Caleg DPR RI Partai NasDem dari Dapil DKI Jakarta II.
“Mereka ini kurang mendapatkan pengetahuan moral, kasih sayang dan mungkin mereka sehari-harinya mengalami atau melihat kekerasan rumah tangga . Yang saya harapkan ketika kedua pelaku ini keluar dari penjara nanti, keluarga harus merencanakan bagaimana mengajarkan si anak kasih sayang dan hati nurani, bukan hanya tertahan di teori saja, namun harus diaplikasikan dengan perilaku,” tambah anggota dari Himpunan Psikologi Indonesia ini.
Sementara, Adrianus Meliala, Kriminolog asal Universitas Indonesia, menilai kasus ini terlalu dibesar-besarkan. “Peristiwa ini bukan yang pertama kali terjadi. Saya hanya bisa mengimbau dengan kasus ini masyarakat dapat mengambil pelajaran agar kasus ini tak terulang kembali. Wajar saja ada kasus seperti ini. Ini bukan yang pertama kali, hanya mungkin yang terekspos media yang sekarang ini,” ucap Adrianus.
Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) ini juga mengatakan sikap tenang Hafitd dan Syifa, bukan hal yang aneh. Menurutnya, hal itu terjadi karena pembunuhan ini terencana. Artinya, mereka sejak awal telah sadar apa resiko perbuatannya. Adrianus juga menambahkan, mereka seolah-olah tidak takut tindakan ini bisa mengubah hidup mereka.
"Mungkin mereka malah berpikir bisa bersama bertahun-tahun di dalam penjara," ucap Adrianus.
Namun, ketika ditanya apakah kedua pelaku ini tergolong psikopat atau bukan, Adrianus mengatakan kedua pelaku masih belum bisa dikategorikan sebagai psikopat atau terganggu psikisnya. "Masih jauh kalau ke arah sana," tambah Adrianus.
Analisis
Kasus
Dalam teori
perkembangan psikoanalisis (SIGMUND FREUD) mengatakan bahwa kesadaran itu
mempunyai tiga tingkat kesadaran yaitu, sadar (conscious), prasadar
(preconscious), dan tak sadar (unconscious). Conscious ialah tingkat kesadaran
yang berisi semua hal yang kita cermati pada saat tertentu, Preconscious adalah
yang berarti ingatan yang siap pada tingkat kesadaran yang menjadi jembatan
antara sadar dan tak sadar, Unconscious adalah bagian yang paling dalam dari
kesadaran dan merupakan bagian terpenting dari jiwa manusia. Dalam teori psikoanalisis yang dipakainya, kepribadian
dipandang sebagai suatu struktur yang terdiri dari tiga unsur dan sistem, yakni
Id (Das Es), Ego (Das Ich), dan Superego (Das Uber Ich). Id adalah segi kepribadian tertua,
system kepribadian pertama, ada sejak lahir (bahkan mungkin sebelum lahir),
diturunkan secara genetic, langsung berkaitan dengan dorongan-dorongan biologis
manusia dan merupakan sumber / cadangan energi manusia, sehingga dikatakan juga
oleh Freud sebagai jembatan antara segi biologis dan psikis manusia. Ego adalah sitem kepribadian yan
bertindak sebagai pengarah individu kepada dunia objek dari kenyataan, dan
menjalankan funsinya berdasarkan prinsip kenyataan (the reality principle). Superego merupakan perwakilan dari nilai dan norma yang ada dalam
masyarakat dimana individu itu hidup. Dalam kasus pembunuhan Ade Sara ini,
pelakunnya termasuk mempunyai kepribadian Psikopat yang berarti kelainan
kepribadian yang sejak dulu dianggap berbahaya dan mengganggu masyarakat. Namun
demikian orang-orang yang mengalami ganggung kepribadian Psikopat terlihat
normal dan memiliki perilaku yang baik dan disukai orang dilihat secara
sepintas, tapi dibalik itu semua dapat merugikan masyarakat. Orang-orang
seperti ini yang disebut dengan psikopat yang berasal dari arti kata psyche
“jiwa” dan pathos “penyakit”. Penyakit psikopat ini beda dengan penyakit mental
seperti skizofrenia, dikarenakan psikopat ini sadar sepenuhnya atas perbuatan
yang dilakukannya. Karakteristik penyakit psikopat ini seperti egois, tidak
memiliki rasa penyesalan, tidak memperdulikan dampak perilakunnya terhadap
orang lain, menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Orang yang memiliki
penyakit psikopat disebabkan dari beberapa faktor yaitu seperti kelainan pada
otak, gen yang diturunkan orang tua, linkungan dan pola asuh dalam keluarga.
Kepribadian psikopat terjadi ketika ego tidak bisa menengahi antara id dan
superego sehingga terkena dengan pleasure principle dan superego tidak sanggup
melakukan kontrol terhadap aktivitas dari ego ataupun ketidakmampuan untuk
menginternalisasi superego.
0 komentar:
Posting Komentar